Televisi dan Anak-anak

oleh : Dr. Martin Leman

Setelah sekian lama merencanakan, akhirnya tiba juga kesempatan bagi Andi untuk mengajak istri dan anaknya berlibur di sebuah vila di kawasan Puncak. Ia mendapat kesempatan cuti beberapa hari dari kantornya, tepat bersamaan dengan liburan sekolah Marco, anaknya yang berusia 7 tahun. Terbayang oleh reaksi gembira istri dan anaknya, bila ia mengutarakan rencananya itu. Setibanya di rumah, diutarakannya rencana liburan keluarga dengan penuh semangat. Akhirnya mereka pun pergi liburan keluarga. Akan tetapi setibanya di penginapan, Marco mencari-cari televisi dan tidak menemukannya. Ternyata penginapan tersebut memang tidak menyediakan fasilitas televisi. Marco tampak jengkel dan sedih sekali, dan keluhnya, " Kalau tak ada TV…. Apalagi yang bisa saya kerjakan di sini ? Lebih enak di rumah saja….."

 

Cerita di atas hanyalah salah satu contoh kejadian yang seringkali terjadi di kehidupan modern ini. Anak dapat begitu terikat dengan televisi, bahkan seperti kecanduan. Efek kecanduan TV ini, hanyalah satu dari begitu banyak efek yang diberikan oleh kemajuan teknologi TV. Apa saja pengaruh TV pada anak-anak dan bagaimana kita mengatasinya, mari kita tengok bersama.

Kita semua tahu , betapa besar kemajuan danperubahan yang terjadi semenjak TV ditemukan. Kita dapat menyaksikan liputan berita tentang berbagai peristiwa dari seluruh dunia, kita dapat menyaksikan berbagai jenis film, dari film kartun, drama, biografi, aksi, edukasi, musik dan lain sebagainya, dari dalam dan luar negeri. Jadi, jika memang begitu banyak kemajuan yang diberikan dengan adanya TV, lalu apa masalahnya ? Sebenarnya TV-nya sendiri memang tidak bermasalah. Problemnya adalah berapa lama anak-anak kita menonton TV, dan apa pengaruhnya bagi mereka ?

Belum lama ini, American Academy of Pediatrics (AAP) dalam publikasi di jurnal ilmiahnya, "Pediatrics", membuat pernyataan yang menimbulkan reaksi pro dan kontra. Pernyataan itu antara lain :

"… bahwa 2 tahun pertama seorang bayi adalah masa yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak, dan dalam masa itu anak membutuhkan interaksi dengan anak atau orang lain.Terlalu banyak menonton TV akan memberi pengaruh negatif pada perkembangan otak. Hal ini benar, terutama bagi usia yang masih awal, di mana bermain dan bicara sangatlah penting…."

Lebih lanjut, AAP mengeluarkan pernyataan tidak merekomendasikan anak di bawah 2 tahun untuk menonton TV. Sedangkan untuk anak yang berusia lebih tua, AAP merekomendasikan batasan menonton TV hanya satu atau dua jam saja, dan yang ditonton adalah acara yang edukatif dan tidak menampilkan kekerasan.

Efek Buruk ?

Sebenarnya mengapa TV yang bisa memberi efek buruk ? Pokok permasalahan yang paling besar, sebenarnya adalah ketidakmampuan seorang anak kecil membedakan dunia yang ia lihat di TV dengan apa yang sebenarnya. Bagi orang yang sudah dewasa, tidak ada masalah, sebab ia tahu apa yang sungguh-sungguh terjadi di dunia atau yang hanya fiksi belaka. Bila orang dewasa melihat film – film aksi atau horor, mereka tahu apa yang mungkin atau apa yang tidak mungkin. Orang dewasa tahu bahwa tokoh Rambo, Frankenstein, Zombie, dan lain-lain adalah karangan saja. Orang dewasa juga tahu bahwa orang tidak dibunuh atau dipukul sungguh-sungguh dalam film. Sebaliknya, seorang anak kecil kebanyakan belum mengenal dan mengetahui apa itu akting, apa itu efek film, atau apa itu tipuan kamera… dan lain sebagainya. Bagi mereka, anak-anak ini, dunia di luar rumah adalah dunia yang seperti apa yang ada di TV, yang mereka lihat setiap kali.

Di mata anak-anak, kekerasan yang ada menjadi hal yang biasa, dan boleh-boleh saja dilakukan apalagi terhadap orang yang bersalah,karena memang itu semua ditunjukkan dalam film-film. Bahkan ada kecenderungan bahwa orang yang melakukan kekerasan terhadap "orang jahat" adalah suatu tindakan yang heroik, tidak peduli dengan prosedur hukum yang seharusnya berlaku. Hal ini pernah dibuktikan di Amerika Serikat, di mana penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa karena terlalu banyak menonton TV, anak dapat jadi beranggapan bahwa kekerasan adalah hal yang wajar, dan bagian dari hidup sehari-hari. Dan sebagai akibatnya, mereka menjadi lebih agresif dan memiliki kecenderungan untuk memecahkan tiap persoalan dengan jalan kekerasan terhadap orang lain.

Efek lain dari terlalu banyak menonton TV, adalah anak menjadi pasif dan tidak kreatif. Mereka kurang beraktivitas, tetapi hanya duduk di depan TV, dan melihat apa yang ada di TV. Baik secara fisik maupun mental, anak menjadi pasif, karena memang orang yang menonton TV tidak perlu berbuat apa-apa. Hanya duduk, mendengar dan melihat apa yang ada di TV. Kemampuan berpikir dan kreatifitas anak tidak terasah, karena ia tidak perlu lagi membayangkan sesuatu seperti halnya bila ia membaca buku atau mendengar musik. Hal lain yang menyertai kepasifan ini adalah anak cenderung jadi lebih gemuk, bahkan bisa overweight karena mereka biasanya menonton TV sambil makan kudapan (cemilan), terus menerus tanpa terasa.

Lain lagi dengan efek "candu" yang diberikan oleh TV. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun kalau sudah kecanduan menonton film, bisa melupakan segalanya. Orang dewasa saja, yang boleh dikatakan sudah memiliki kekuatan dan kepribadian yang cukup matang, kadang tidak bisa menahan diri untuk tidak menonton sinetron atau telenovela, ……apalagi anak-anak ? Anda tentu sudah merasakan betapa anak-anak Anda begitu kecanduan terhadap film-film dan tokoh kartun seperti Pokemon, Winnie the Pooh, Doraemon, Dragon Ball, dan lain sebagainya…

Kecanduan menonton TV ini akan jadi masalah bila anak sampai tidak mau bermain di luar, dengan lingkungan sekitarnya. Ia menjadi tidak bersosialisasi, dan dunianya tidak bertambah luas. Stimulasi berupa interaksi sesama anak dan orang dewasa di sekitarnya menjadi minimal, dan dapat berakibat anak jadi "kuper" (kurang pergaulan). Waktu belajar pun akan ikut terpotong oleh jam-jam tertentu di mana acara TV sedang diputar.

Kelanjutan dari berkurangnya waktu belajar ini tentunya juga memberi efek pada prestasi di sekolah. Anak yang belajarnya kurang, tentu nilai-nilainya di sekolah akan kurang baik dibanding teman-temannya yang lebih rajin.

Hal lain lagi, adalah masalah pengaruh iklan di TV yang semakin hari semakin bombastis. Ada begitu banyak iklan yang menawarkan berbagai barang, dari mainan anak, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Iklan –iklan itu dengan begitu bombastisnya memberikan janji-janji kesenangan dan kebahagiaan keluarga yang akan diperoleh bila membeli produk tersebut. Ini secara tidak sadar, dapat menanamkan pada anak nilai-nilai konsumerisme dan bahwa kebahagiaan / kesuksesan sebuah keluarga diukur dari kemampuan memiliki produk terbaru yang ditawarkan. Sekali lagi kita bandingkan dengan diri kita (orang dewasa) sendiri. Orang dewasa saja banyak terpengaruh oleh iklan-iklan yang ada di TV, ….bagaimana dengan anak yang masih kecil ?

Ada satu hal lagi yang juga sering terjadi, tetapi kali ini bukan efek pada anaknya secara langsung, tapi melalui orang tuanya. Kadang kala orang tua malas atau tidak bisa menghadapi anaknya yang maunya macam-macam, dan mereka menyuruh anaknya itu duduk manis menonton TV. Dengan menjadikan TV sebagai "Electronic babysitter", akhirnya si anak menjadi berkurang waktunya untuk bersama orang tuanya, dan tentunya mengurangi kedekatan antara si anak dan orang tua.

Efek baik juga banyak

Jadi apa memang TV sejelek itu efeknya bagi anak ? Sebenarnya tidak juga, sebab ada banyak juga efek baiknya. Hal ini pun sudah ada penelitian yang mendasarinya. Berbagai efek baik dari TV antara lain misalnya dapat menambah kosakata (vocabulary) terutama kata-kata yang tidak terlalu sering digunakan sehari-hari. Anak juga dapat belajar tentang berbagai hal melalui program edukasi dari siaran televisi. Akan tetapi sayangnya persentasi acara televisi yang bersifat pendidikan masih sangat sedikit.

Dengan melihat berbagai acara di TV (selain film cerita) misalnya acara musik, olahraga, kesenian, berita dll, TV juga dapat menambah wawasan dan minat. Anak akan jadi mengenal berbagai aktifitas yang bisa dilakukannya. Anak akan mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan peristiwa yang terjadi di dunia, dan perkembangan permasalahan yang ada di luar lingkungannya.

Film pun ada juga yang bagus dan mendidik, yang selain memberi hiburan juga mengajarkan anak berbagai hal yang baik, tentang sikap-sikap yang baik, tentang nilai-nilai kemanusiaan, tentang nilai keagamaan, tentang perilaku sehari-hari yang seharusnya kita lakukan, dan lain sebagainya.

Hanya sayangnya, acara yang baik seperti itu belum banyak. Malah bisa dibilang masih minimal sekali, dan memang masih kurang diperhatikan oleh pihak pengelola TV. Jadi bagaimana ? Apa yang bisa kita perbuat untuk masalah ini ? Berikut ini beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan :

Bagaimana Solusinya ?

Idealnya, efek positif dari kemajuan televisi ini kita perluas, dan efek negatif yang ada ini kita hilangkan, atau minimal kita tekan seminimal mungkin. Untuk itu, ada beberapa hal yang mungkin bisa kita lakukan untuk menghadapi masalah ini, antara lain :

Memang harus diingat bahwa setiap keadaan rumah tangga berbeda. Apa yang cocok bagi satu keluarga belum tentu cocok bagi keluarga yang lain. Di sinilah orang tua harus pandai-pandai membuat "aturan main" di dalam keluarga.

Akhirnya, setuju atau tidak dengan uraian di atas adalah sebuah pilihan. Dan adalah sebuah pilihan juga bagi orang tua, untuk peduli dengan aktifitas dan perkembangan anakknya. Di Indonesia, siaran televisi memang tidak seperti di Amerika, Australia, atau negara barat lain. Siaran televisi di Indonesia juga tidak sebanyak di luar negeri, kecuali jika keluarga anda memiliki antena parabola atau berlangganan televisi kabel. Televisi di Indonesia memang belum memberi pengaruh sebesar seperti di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, namun alangkah baiknya jika kita semua sudah mulai memperhatikan masalah ini sebelum terlambat.

 

  Majalah 'Anakku' ed.4, thn 2000.

(back to index)